Makalah tentang memperkokoh pilar-pilar kebangsaan
MAKALAH
(
TENTANG )
MEMPERKOKOH PILAR-PILAR KEBANGSAAN
Disusun Oleh :
NAMA : AKMAL
NPM : 150126007
INSTITUT
AGAMA ISLAM HAMZANWADI PANCOR
FAKULTAS
TARBIYAH PROGRAM STUDI PGMI KUALIFIKASI
TAHUN
2017
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr Wb
Puji
syukur penulis aturkan kepada Allah SWT yang mana atas rahmat dan nikmat-Nya
sehingga Penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Memperkokoh
Pilar-pilar Kebangsaan”.
Dalam
Penulisan makalah ini Penulis merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat Penulis
harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam
penulisan makalah ini Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada guru
pembimbing yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada Penulis, sehingga Penulis
dapat menyelesaikan makalah ini.
Wabillahitaufik wal hidayah
Wasallamu’alaikum Wr.Wb.
Lendang
Nangka, Oktober 2017
Penyusun
A K M A L
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL..................................................................................................... i
KATA
PENGANTAR................................................................................................. ii
DAFTAR
ISI...............................................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang .................................................................................................. 1
B.
Rumusan
Masalah..............................................................................................
2
C.
Tujuan
Makalah..................................................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Konsensus Nasional atau Pilar Bangsa ............................................................... 3
B.
Peran Pancasila sebagai Falsafah Hidup
Bangsa Indonesia ............................... 3
C.
UUD 1945 sebagai Kontrak Sosial dan
Hukum Tertinggi ................................. 5
D.
NKRI sebagai Negara Nasional ......................................................................... 6
E.
Bhinneka Tunggal Ika ........................................................................................ 7
F.
Makna Memperkuat Pilar Bangsa ....................................................................... 8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................................
10
B. Saran ................................................................................................................. 10
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Empat pilar
kebangsaan yaitu: Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika akhir-akhir ini menjadi pembicaraan publik. Harus diakui,
tidak banyak pembicaraan di kalangan publik tentang keempat pilar itu sepanjang
masa demokrasi dan kebebasan sejak 1998. Jika ada, diskusi publik tentang
keempat pilar itu, maka ia hilang-hilang timbul untuk kemudian seolah lenyap
tanpa bekas. Tidak ada upaya tindak lanjut sistematis dari pemerintah khususnya
untuk merevitalisasi, menyosialisasikan, dan menanamkan kembali keempat pilar
itu dalam kehidupan kebangsaan-kenegaraan. Akibatnya, sepanjang reformasi
politik yang bermula pada tahun 1998, negara-bangsa Indonesia hampir tidak
pernah putus dipenuhi gagasan, wacana, gerakan, dan aksi yang secara diametral
bertolak belakang dengan keempat pilar tersebut.
Telah lebih
dari satu dasawarsa reformasi telah dijalani rakyat Indonesia, namun semakin
hari wajah bangsa makin terlihat muram dan suram. Dibidang penegakan hukum,
kita melihat kebobrokan yang sedemikian rupa yang menyentuh rasa keadilan yang
paling mendasar. Hukum yang dicitakan berlaku sama (equal) terhadap
semua warga negara dan termasuk pejabat negara sebagai esensi paham negara
hukum (rule of law) sebagaimana diamanatkan konstitusi terlihat-terbukti
diterapkan secara diskriminatif, tebang pilih. Bukannya memberi perlindungan
dan pengayoman, hukum lebih terlihat berwajah keras terhadap mereka yang rawan,
dan amat ramah terhadap mereka yang mapan. Terpidana yang menikmati
fasilitas penuh kemewahan seperti dinikmati oleh Arthalita Suryani, sementara
di tempat lain di Banyumas, seorang narapidana meregang nyawa dihabisi oleh
petugas lembaga pemasyarakatan adalah contoh nyata bagaimana implementasi dan
perlindungan hukum di lapangan amatlah diskriminatif.
Berbagai
fenomena diatas hanyalah sebahagian kecil dari kompleksnya permasalahan bangsa
di tengah arus globalisasi dunia. Menjadi menarik untuk direnungkan kembali
adalah bagaimana pentingnya empat pilar kebangsaan yakni: Pancasila,
Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan
Bhinneka Tunggal Ika dalam menopang kehidupan berbangsa dan bernegara? Bagaimana hukum
seharusnya didayagunakan dalam konteks keempat pilar tersebut. Tulisan ini akan
mencoba menjawab secara ringkas permasalahan tersebut di atas dalam perspektif
hukum agar Negara Indonesia yang dicitakan sesuai dengan amanat Proklamasi 17
Agustus 1945 dan Pembukaan UUD 1945 tetap berdiri kokoh.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian
latar belakang diatas, maka perumusan masalah sebagai
berikut :
1. Apa
itu Konsensus Nasional atau Pilar Bangsa?
2. Bagaimana
Peran Pancasila sebagai Falsafah Hidup Bangsa Indonesia?
3. Mengapa
UUD 1945 sebagai Kontrak Sosial dan Hukum Tertinggi?
4. Mengapa
NKRI sebagai Negara Nasional?
5. Apa
yang dimaksud dengan Bhinneka Tunggal Ika?
6. Bagaimana
Makna Memperkuat Pilar Bangsa?
C.
Tujuan
Makalah
Adapun tujuan dalam
penulisan makalah ini adalah Untuk mendorong pembaca agar lebih memahami betapa
pentingnya menjaga keutuhan atau memperkokoh Empat Konsensus Nasional atau
Empat Pilar Kebangsaan agar tetap kuat dan semakin bertambahnya rasa
nasionalisme dan patriotism.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsensus
Nasional atau Pilar Bangsa
Wacana
mengangkat gagasan mengenai empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara,
yaitu : NKRI, Pancasila, UUD’45, dan Bhineka Tunggal Ika di tengah hiruk pikuk
reformasi Indonesia yang seolah kehilangan arah, merupakan sebuah kesadaran dan
keprihatinan bahwa reformasi bangsa Indonesia selama 15 tahun ini ternyata
kebat kliwat yang tidak sesuai dengan harapan rakyat, bahkan telah dan sedang
berjalan keluar dari rel yang pernah dicita citakan oleh pendiri Republik ini
dan tak menentu ujung akhirnya. Gagasan ini, hendaknya diartikan sebagai
peringatan bagi bangsa Indonesia dengan menempatkan kembali arah reformasinya
ke atas jalur sejarah, sebagaimana diletakkan oleh para pendiri bangsa, dan
diteguhkan kembali oleh konsensus nasional oleh generasi-generasi sesudahnya.
Gagasan
implementasi Pancasila dalam kehidupan kehidupan sehari telah dua kali
dilakukan pada era Orde Lama dan era Orde Baru. Di era Orde Lama dikenal dengan
istilah Nasakom. Nasakom adalah singkatan Nasionalis, Agama dan Komunis. Konsep
ini diperkenalkan oleh Soekarno Presiden pertama Republik Indonesia yang
menekankan adanya persatuan dari segala macam ideologi Nusantara untuk melawan
penjajahan, dan sebagai pemersatu Bangsa untuk Revolusi rakyat dalam upaya
memberantas kolonialisme di bumi Indonesia. Dengan penyatuan tiga konsep ini
(Nasionalis, Agamis dan Komunis) Soekarno berusaha untuk mengajak segala
komponen bangsa tanpa melihat segala perbedaan yang ada. Baik itu perbedaan
Religius maupun suku dan budaya. Namun perlu diingat bahwa Nasakom bukan
penjelmaan dari Pancasila, karena mengandung unsur penyatuan komunis terhadap
agama. Teori ini lahir dari sejak tahun 1926, yang waktu itu dikenal tiga hal
pokok yakni “Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme, intinya di persatukan dalam
satu tujuan yaitu Gotong-royong (bekerja bersama-sama) untuk Revolusi Indonesia
dalam melawan Imperialisme.
B.
Peran
Pancasila sebagai Falsafah Hidup Bangsa Indonesia
Pancasila dalam pengertian ini sering juga disebut way of
life. Dalam hal ini, Pancasila dipergunakan sebagai petunjuk hidup
sehari-hari (Pancasila diamalkan dalam hidup sehari-hari). Dengan perkataan
lain, Pancasila digunakan sebagai penunjuk arah semua kegiatan atau aktifitas
hidup dan kehidupan didalam segala bidang. Ini berarti bahwa semua tingkah laku
dan tindak/perbuatan setiap manusia Indonesia harus dijiwai dan merupakan
pancaran dari semua sila Pancasila karena Pancasila sebagai weltanschauung
selalu merupakan suatu kesatuan, tidak bias dipisah-pisahkan satu dengan yang
lain. Keseluruhan sila didalam Pancasila merupakan satu kesatuan organis.
Pancasila yang harus dihayati adalah Pancasila sebagaimana tercantum didalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian, jiwa keagamaan
(sebagai manifestasi/perwujudan dari sila ketuhanan yang maha esa), jiwa
yang berperikemanusiaan (sebagai manifestasi/perwujudan dari sila
kemanusiaan yang adil dan beradab), jiwa kebangsaan (sebagai
manifestasi/perwujudan dari sila persatuan Indonesia), jiwa kerakyatan
(sebagai manifestasi/perwujudan dari sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan), dan jiwa yang menjunjung
tinggi keadilan social (sebagai manifestasi/perwujudan dari sila keadilan
social bagi seluruh rakyat Indonesia) selalu terpancar dalam segala tingkah
laku dan tindak/perbuatan serta sikap hidup seluruh Bangsa
Indonesia.
Demikianlah
pengertian Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa. Dilihat dari kedudukannya,
Pancasila mempunyai kedudukan yang tinggi. Oleh karena itu,
pengertian-pengertian yang berhubungan dengan pancasila dapat diikhtisarkan
sebagai berikut:
1. Pancasila
sebagai jiwa bangsa Indonesia.
2. Pancasila sebagai kepribadian bangsa
Indonesia.
3. Pancasila sebagai pandangan hidup
bangsa Indonesia.
4. Pancasila
sebagai dasar Negara Republik Indonesia.
5. Pancasila sebagai
sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum bagi negara Republik
Indonesia.
6. Pancasila
sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia pada waktu mendirikan negara.
7. Pancasila
sebagai cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia.
8. Pancasila
sebagai falsafah hidup yang mempersatukan bangsa Indonesia.
Nilai – nilai yang terkandung dalam
pancasila merupakan suatu cerminan dari kehidupan masyarakat Indonesia (nenek
moyang kita) dan secara tetap telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
kehidupan bangsa Indonesia. Untuk itu kita sebagai generasi penerus bangsa
harus mampu menjaga nilai – nilai tersebut. Untuk dapat hal tersebut maka perlu
adanya berbagai upaya yang didukung oleh seluruh masyarakat Indonesia.
C.
UUD
1945 sebagai Kontrak Sosial dan Hukum Tertinggi
Dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia, segala dinamika kekuasaan, hubungan antar cabang
kekuasaan, mekanisme hubungan antara negara, civil society, diikat dan
tersimpul dalam suatu dokumen yang disepakati sebagai sumber hukum tertinggi
yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang Dasar 1945 telah mengalami
beberapa kali perubahan mendasar. Sejak kemerdekaan, bangsa kita telah
menetapkan 8 kali undang-undang dasar, yaitu (1) UUD 1945, (2) Konstitusi RIS
1949, (3) UUDS 1950, (4) UUD 1945 versi Dekrit 5 Juli 1959, (5) Perubahan
Pertama UUD 1945 tahun 1999, (6) Perubahan Kedua tahun 2000, (7) Perubahan
Ketiga tahun 2001, dan (8) Perubahan Keempat pada tahun 2002, dengan nama yang
dipertegas, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Di samping UUD 1945 sebagai konstitusi yang tertulis, dalam
teori dan praktik, dikenal juga adanya pengertian mengenai konstitusi yang
tidak tertulis, misalnya kebiasaan-kebiasaan dan konvensi ketatanegaraan,
interpretasi konstitusional oleh pengadilan (dalam hal ini Mahkamah
Konstitusi), dan prinsip-prinsip kenegaraan yang hidup dan dipandang ideal
dalam masyarakat. Misalnya, ada pengertian yang hidup dalam masyarakat kita
bahwa empat pilar kebangsaan Indonesia yang mencakup (1) Pancasila, (2) UUD
1945, (3) NKRI, dan (4) Semboyan Bhinneka-Tunggal-Ika. Karena itu, keempat
pilar tersebut juga dapat dipandang berlaku sebagai isi konstitusi Indonesia
dalam pengertiannya yang tidak tertulis. Maksudnya, UUD 1945 sendiri tidak
menyebut bahwa keempat hal tersebut merupakan pilar kebangsaan, kecuali dalam
Pasal 37 ayat (5) yang menyatakan bahwa mengenai bentuk NKRI tidak dapat
diadakan perubahan sama sekali.
UUD 1945
sebagai sumber hukum tertinggi, tidak saja dalam bidang politik, tetapi juga
dalam bidang ekonomi, dan bahkan sosial. Karena itu, UUD 1945 merupakan
konstitusi politik, konstitusi ekonomi, dan sekaligus konstitusi sosial. UUD
1945 adalah konstitusi yang harus dijadikan referensi tertinggi dalam dinamika
kehidupan bernegara, bermasyarakat, dan dalam dinamika ekonomi pasar (market
economy). Di samping soal-soal politik, UUD 1945 juga mengatur tentang
sosial-soal ekonomi dan sosial atau yang terkait dengan keduanya, yaitu :
(1)
hal keuangan negara, seperti kebijakan
keuangan (moneter) dan fiskal,
(2)
bank sentral,
(3)
soal Badan Pemeriksa Keuangan Negara
hal kebijakan pengelolaan dan pemeriksaan tanggungjawab keuangan negara,
(4)
soal perekonomian nasional, seperti
mengenai prinsip-prinsip hak ekonomi, konsep kepemilikan pribadi dan
kepemilikan kolektif, serta penguasaan negara atas kekayaan sumberdaya alam
yang penting dan menyangkut hajat hidup orang banyak, serta
(5) mengenai
kesejahteraan sosial, seperti sistem jaminan sosial, pelayanan umum dan
pelayanan kesehatan, dan pemeliharaan fakir, miskin, dan anak terlantar oleh
negara.
Oleh karena itu, UUD 1945 haruslah dijadikan referensi
tertinggi dalam merumuskan setiap kebijakan kenegaraan dan pemerintahan di
semua bidang dan sektor. Lagi pula, sekarang kita telah
membentuk Mahkamah Konstitusi yang berwenang menguji konstitusionalitas setiap
kebijakan yang dituangkan dalam bentuk undang-undang. Oleh sebab itu, para
anggota DPR sebagai anggota lembaga yang bertindak sebagai policy maker,
pembentuk undang-undang, perlu menghayati tugasnya dengan berpedoman kepada UUD
1945.
Dengan
demikian, Undang-Undang Dasar 1945 sebagai hukum yang tertinggi memuat gambaran
dan hasrat ketatanegaraan republik Indonesia serta gambaran kerangka
ketatanegaraan itu serta menentukan tujuan dan garis-garis pokok kebijaksanaan
pemerintahan sebagai kontrak sosial antara masyarakat dengan lembaga-lembaga
negara maupun antar lembaga negara yang satu dengan lembaga negara yang lain.
D.
NKRI
sebagai Negara Nasional
Asas normatif
filosofis-ideologis NKRI seutuhnya ialah filsafat negara Pancasila. Filsafat
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa (Weltanschauung), diakui
juga sebagai jiwa bangsa (Volksgeist, jatidiri nasional)
Indonesia. Identitas dan integritas nilai fundamental ini secara konstitusional
dan institusional ditegakkan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagai nation state.
Secara
filosofis-ideologis dan konstitusional, bahkan kultural negara kebangsaan (nation
state) adalah peningkatan secara kenegaraan dari nilai dan asas
kekeluargaan. Makna kekeluargaan, bertumpu pada karakteristika dan integritas
keluarga yang manunggal; sehingga rukun, utuh-bersatu, dengan semangat
kerjasama dan kepemimpinan gotong-royong. Jadi, nation state Indonesia
adalah wujud makro (nasional, bangsa, negara) dari rakyat warga negara
Indonesia se-nusantara.
Identitas
demikian ditegakkan dalam nation state NKRI yang dijiwai asas
kekeluargaan, asas kebangsaan (Wawasan Nasional: sila ketiga Pancasila) dan
ditegakkan dengan semangat asas wawasan nusantara. Karenanya, secara normatif
integritas NKRI kuat, tegak tegar menghadapi berbagai tantangan nasional dan
global.
Keseluruhan
identitas dan integritas kebangsaan dan kenegaraan Indonesia dijiwai, dilandasi
dan dipandu oleh nilai fundamental dasar negara Pancasila. Karenanya, NKRI dapat
dinamakan dengan predikat sebagai sistem kenegaraan Pancasila. Sistem
kenegaraan ini terjabar secara konstitusional dalam UUD 1945. NKRI sebagai nation
state membuktikan bagaimana potensi dan kualitas dari integritas wawasan
nasional Indonesia raya yang diwarisi, tumbuh, dan teruji dalam berbagai
tantangan nasional dan global.
E.
Bhinneka
Tunggal Ika
Sejak Negara
Republik Indonesia merdeka, para pendiri bangsa mencantumkan kalimat ”Bhinneka
Tunggal Ika” sebagai semboyan pada lambang negara Garuda Pancasila. Kalimat itu
sendiri diambil dari falsafah Nusantara yang sejak jaman Kerajaan Majapahit
juga sudah dipakai sebagai motto pemersatu Nusantara, yang diikrarkan oleh
Patih Gajah Mada dalam Kakawin Sutasoma, karya Mpu Tantular.
Frasa tersebut
berasal dari bahasa Jawa Kuno dan diterjemahkan dengan kalimat Berbeda-beda
tetapi tetap satu. Kemudian terbentuklah Bhineka Tunggal Ika menjadi jati diri
bangsa Indonesia. Ini artinya, bahwa sudah sejak dulu hingga saat ini kesadaran
akan hidup bersama di dalam keberagaman sudah tumbuh dan menjadi jiwa serta
semangat bangsa di negeri ini.
Kemudian
dilanjutkan dengan adanya Sumpah Pemuda yang tidak kalah penting dalam sejarah
perkembangan pembentukan Jati Diri Bangsa ini. Tjahjopurnomo (2004) menyatakan
bahwa Sumpah Pemuda yang diikrarkan pada 28 Oktober 1928 secara historis
merupakan rangkaian kesinambungan dari Sumpah Palapa yang terkenal itu, karena
pada intinya berkenaan dengan persatuan, dan hal ini disadari oleh para pemuda
yang mengucapkan ikrar tersebut, yakni terdapatnya kata sejarah dalam isi
putusan Kongres Pemuda Kedua. Sumpah Pemuda merupakan peristiwa yang maha
penting bagi bangsa Indonesia, setelah Sumpah Palapa. Para pemuda pada waktu
itu dengan tidak memperhatikan latar kesukuannya dan budaya sukunya berkemauan
dan berkesungguhan hati merasa memiliki bangsa yang satu, bangsa Indonesia. Ini
menandakan bukti tentang kearifan para pemuda pada waktu itu. Dengan
dikumandangkannya Sumpah Pemuda, maka sudah tidak ada lagi ide kesukuan atau
ide kepulauan, atau ide propinsialisme atau ide federaslisme. Daerah-daerah
adalah bagian yang tidak bisa dipisah-pisahkan dari satu tubuh, yaitu tanah Air
Indonesia, bangsa Indonesia, dan bahasa Indonesia. Sumpah Pemuda adalah ide
kebangsaan Indonesia yang bulat dan bersatu, serta telah mengantarkan kita ke
alam kemerdekaan, yang pada intinya didorong oleh kekuatan persatuan Indonesia
yang bulat dan bersatu itu.
Pada saat
kemerdekaan diproklamirkan, 17 Agustus 1945 yang didengungkan oleh
Soekarno-Hatta, kebutuhan akan kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia tampil
mengemuka dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar Negara
RI. Sejak waktu itu, Sumpah Palapa dirasakan eksistensi dan perannya untuk
menjaga kesinambungan sejarah bangsa Indonesia yang utuh dan menyeluruh.
Seandainya tidak ada Sumpah Palapa, NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)
akan dikoyak-koyak sendiri oleh suku-suku bangsa Nusantara yang merasa dirinya
bisa memisahkan diri dengan pemahaman federalisme dan otonomi daerah yang
berlebihan. Gagasan-gagasan memisahkan diri sungguh merupakan gagasan dari
orang-orang yang tidak tahu diri dan tidak mengerti sejarah bangsanya, bahkan
tidak tahu tentang “jantraning alam” (putaran zaman) Indonesia.
Yang harus kita
lakukan adalah, dengan kesadaran baru yang ada pada tingkat kecerdasan,
keintelektualan, serta kemajuan kita sekarang ini, bahwa bangsa ini dibangun
dengan pilar bernama Bhinneka Tunggal Ika yang telah mengantarkan kita
sampai hari ini menjadi sebuah bangsa yang terus semakin besar di antara
bangsa-bangsa lain di atas bumi ini, yaitu bangsa Indonesia, meskipun berbeda-beda
(suku bangsa) tetapi satu (bangsa Indonesia). Dan dikuatkan dengan pilar Sumpah
Palapa diikuti oleh Sumpah Pemuda yang mengikrarkan persatuan dan kesatuan
Nusantara/bangsa Indonesia, serta proklamasi kemerdekaan dalam kesatuan dan
persatuan bangsa Indonesia yang utuh dan menyeluruh. Hal itu tidak terlepas
dari pembentukan jati diri daerah sebagai dasar pembentuk jati dari bangsa.
F.
Makna
Memperkuat Pilar Bangsa
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
a) Gagasan mengenai empat pilar
kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu : NKRI, Pancasila, UUD’45, dan Bhineka
Tunggal Ika di tengah hiruk pikuk reformasi Indonesia yang seolah kehilangan
arah, merupakan sebuah kesadaran dan keprihatinan bahwa reformasi bangsa
Indonesia selama 15 tahun ini ternyata kebat kliwat yang tidak sesuai dengan
harapan rakyat.
b) Pancasila digunakan sebagai penunjuk
arah semua kegiatan atau aktifitas hidup dan kehidupan didalam segala bidang.
Ini berarti bahwa semua tingkah laku dan tindak/perbuatan setiap manusia
Indonesia.
c) UUD 1945
sebagai sumber hukum tertinggi, tidak saja dalam bidang politik, tetapi juga
dalam bidang ekonomi, dan bahkan sosial. Karena itu, UUD 1945 merupakan
konstitusi politik, konstitusi ekonomi, dan sekaligus konstitusi sosial.
d) NKRI sebagai nation
state membuktikan bagaimana potensi dan kualitas dari integritas wawasan
nasional Indonesia raya yang diwarisi, tumbuh, dan teruji dalam berbagai
tantangan nasional dan global.
e) Bangsa ini
dibangun dengan pilar bernama Bhinneka Tunggal Ika yang telah
mengantarkan kita sampai hari ini menjadi sebuah bangsa yang terus semakin
besar di antara bangsa-bangsa lain di atas bumi ini, yaitu bangsa Indonesia,
meskipun berbeda-beda (suku bangsa) tetapi satu (bangsa Indonesia).
B.
Saran
Berdasarkan hasil pembahasan mengenai
Memperkuat Empat Konsensus Nasional atau Pilar Kebangsaan, penulis menyarankan
kepada kita semua sebagai warga Negara yang baik, ada baiknya untuk lebih
meningkatkan rasa nasionalisme dan patriotism kita agar keempat pilar bangsa
sebagai penyokong negeri ini dapat terus berdiri tegap. Dengan begitu, kita
dapat merasakan hidup yang sejahtera dan aman sentausa.
DAFTAR
PUSTAKA
https://www.google.com/search?client=firefox-b&ei=J4jzWYaJB4XZ0gTIkpywDw&q=memperkokoh+pilar-pilar+kebangsaan&oq=mem&gs_l=psy-ab.1.0.35i39k1j0j0i131k1l2j0l6.20438.21920.0.24853.5.5.0.0.0.0.764.1206.2-2j6-1.3.0....0...1.1.64.psy-ab..2.3.1203....0.rnrufXL4BCQ
Komentar
Posting Komentar